CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 30 Juni 2010

Mahalnya Biaya dan Susahnya Menyekolahkan Anak

Tahun ajaran baru 2010/2011 telah dimulai, seleksi masuk baik dari TK-- Perguruan Tinggi tengah berlangsung dan sebagian besar telah pula merampungkan prosesnya. Sebagian anak dan orang tua telah pula merasa lega karena telah berhasil masuk ke tempat pendidikan yang diidamkanya, namun tak kurang lebih dari separo anak dan orang tua yang masih merasa resah karena belum tahu harus kemana mereka menuntut ilmu.
Persoalanya mungkin sederhana, sekolah dan perguruan negeri tak mampu lagi menampung jumlah siswa yang membludak, masih ada sekolah dan perhuruan tinggi swasta yang bisa menampung mereka. Namun akan menjadi rumit apabila kita meneropong lebih kedalam apa yang menjadi persoalan baik siswa, orang tua, institusi pendidikan maupun pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan jajaranya.
Mari kita coba selami bersama, permasalahan pertama tentu masalah biaya. Tidak kita pungkiri untuk orang tua masalah biaya pendidikan anak adalah masalah yang terus membebani, jangankan lembaga pendidikan swasta, di negeripun beban biaya itu begitu menghimpit. Untuk tingkat SD--SLTA memang "agak" gratis karena ada dana yang dikucurkan oleh pemerintah, tapi jika kita telusuri masih banyak dana yang harus disiapkan oleh orang tua misalnya; seragam sekolah minimal 4 stel, buku dan peralatan tulis, tas, sepatu, buku LKS, kegiatan ekstra kulikuler dan lainya. Biaya itu akan membegkak bila anak kita mau dan bisa masuk ke kelas unggul, akan ada banyak biaya yang bakalan timbul. Untuk masyarakat kelas ekonomi atas hal itu pasti tak akan menjadi masalah, berbeda untuk masyarakat kita yang mayoritas hidup dengan ekonomi pas-pasan dengan anak yang tidak hanya satu saja yang sekolah tentu membuat kepala pusing tujuh keliling. Tak heran akan banyak antrian di tempat-tempat pegadaian dan perkreditan. Mereka akan berbondong-bondong menggadaikan apapun yang dimilikinya berupa harta benda tak terkecuali SK bagi para pegawai negeri sipil.
Kondisi demikian tak akan jauh berbeda untuk mereka yang ingin masuk ke perguruan tinggi negeri. Anehnya pemerintah malah "mengikhlaskan" perguruan tinggi-perguruan tinggi ini menjelma menjadi lembaga bisnis, tidak terang-terangan memang tapi terlihat nyata dengan menyediakan beberapa jalur masuk yang bukan meringankan calon mahasiswa dan orang tuanya, justru tambah membebani mereka, bagaimana tidak untuk ikut mendaftar salah satu jalur saja mereka dibebani ratusan ribu bagaimana jika ikut 4, 5, atau lebih, jutaan juga biaya yang harus dikeluarkan.
Bayangkan untuk satu bangku di Fakultas Kedokteran Umum Universitas Padjadjaran mematok biaya minimal Rp 175 juta. Itu merupakan biaya pendidikan tertinggi yang harus dibayar di muka. Intinya hukum ekonomi berlaku. Semakin banyak peminat semakin tinggi pula harga yang dipatok. Contoh lainnya. Untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Gigi calon mahasiswa harus berani membayar minimal Rp 60 juta, Ilmu Komunikasi Rp 40 juta, dan Sastra Indonesia Rp 10 juta, dan lain-lain. Meski demikian jika dihitung peluang masuknya jalur khusus memang dibuat lebih menggiurkan ( Kompasiana, Andi G. P, 24 Juni 2010 ).
Inikah yang dimaksud oleh UUD '45 pasal Pasal 31?. (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Permasalahan selanjutnya, berada pada lembaga pendidikan itu sendiri, pemerataan sarana, tenaga pendidik dan kemampuan manajerialnya, Banyak keluhan yang dilontarkan oleh sekolah-se-
kolah didaerah tentang minimnya sarana, tenaga pendidik yang membuat mereka tak mampu bersaing dengan mereka yang di kota, sehingga mereka sepi peminat, jika pun mau masuk memang karena
terpaksa karena biayanya lebih murah dan lain sebagainya.
Permasalahan lain adalah ada semacam penghasilan musiman, walau ini selalu di bantah dan "selalu tidak terbukti", yaitu tahun ajaran baru menjadi ajang untuk bermain belakang antara orang tua yang berduit, pejabat, dengan oknum pengelola

0 komentar: